Kamis, 27 Maret 2025 WIB
Kamis, 27 Maret 2025 WIB

Tanggapi Isu Terkait Swakelola Dinilai Langgar Aturan, Ini Penjelasan Dinas PUPR Kepulauan Meranti

Pauzi - Selasa, 03 September 2024 17:36 WIB
Tanggapi Isu Terkait Swakelola Dinilai Langgar Aturan, Ini Penjelasan Dinas PUPR Kepulauan Meranti
Salah satu bangunan kantor yang dibangun dengan metode swakelola oleh Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Meranti di Selatpanjang.
merantione.com - Menyikapi adanya isu terkait pekerjaan pembangunan fisik menggunakan metode swakelola melanggar aturan, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Kepulauan Meranti angkat bicara.

Baca Juga:

Kepala Dinas PUPR Kepulauan Meranti, Fajar Triasmoko MT, melalui Kepala Bidang Cipta Karya dan Konstruksi, Feni Utami ST MH, membantah tuduhan itu.

Pihaknya menegaskan bahwa kegiatan pekerjaan konstruksi dengan metode swakelola tidak dilakukan untuk meraup keuntungan, melainkan untuk mengoptimalkan anggaran yang ada.

Hal ini, beber Feni, dibuktikan dengan anggaran yang digunakan sesuai dengan realisasinya dan telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebanyak dua kali pada tahun 2023 dan 2024 tanpa adanya temuan kerugian negara.

"Jadi, anggaran untuk empat kegiatan konstruksi dengan metode swakelola ini sesuai dengan realisasinya. Sudah diaudit BPK sebanyak dua kali pada tahun 2023 dan 2024. Tidak ditemukan kerugian negara. Jika ada kerugian negara, pasti kami diminta mengembalikannya," ujar Feni Utami, kepada wartawan, Selasa (3/9/2024) pagi.

Isu tersebut, lanjutnya, menyebutkan bahwa Dinas PUPR hanya mengurus administrasi dan pengawasan, sementara pelaksanaan pekerjaan konstruksi dilakukan oleh pihak ketiga tanpa perikatan kontrak yang sah, serta tanpa proses pengajuan harga penawaran.

Sehingga, kesannya menimbulkan tuduhan bahwa pihak dinas mengatur harga untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Padahal, jelas Feni, pihak ketiga yang terlibat dalam proyek ini hanya berperan sebagai penyedia bahan material bangunan. Sementara, sebutnya, untuk pelaksana proyek sepenuhnya dikerjakan oleh tim swakelola dari Dinas PUPR Kepulauan Meranti.

"Dalam hal ini pihak ketiga hanya kami libatkan sebagai penyedia bahan material bangunan saja. Tim swakelola kita di Dinas PUPR yang mengerjakan," jelas Feni.

Ditambahkannya lagi, tuduhan itu hanya melihat temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) secara parsial tanpa melihat keseluruhan proses yang telah dilakukan.

Dimana, menurut dia SOP (standar operasional prosedur) pengadaan barang dan jasa melalui swakelola tipe 1 telah dilaksanakan sesuai dengan rekomendasi BPK.

"Jelasnya, BPK merekomendasikan kepada bupati agar memerintahkan Sekda untuk menyusun dan menetapkan SOP tentang pekerjaan bangunan gedung dengan swakelola yang mengatur beberapa hal. Seperti kriteria penggunaan metode swakelola secara selektif dan penatausahaan tahapan persiapan pelaksanaan, serah terima pekerjaan, dan pertanggungjawaban kegiatan. SOP itu sudah ditindaklanjuti awal tahun lalu, sehingga tidak ada masalah lagi," bebernya pula.

Lebih lanjut, isu mengenai pemeriksaan KPK terkait kegiatan swakelola di Dinas PUPR beberapa hari lalu, ia juga menyangkal bahwa itu tidak benar. Pemeriksaan yang dilakukan KPK, sebut Feni, hanyalah untuk mengumpulkan keterangan terkait kasus gratifikasi yang menjerat Bupati nonaktif, Muhamad Adil.

Bahkan, ia tak lupa merincikan kegiatan konstruksi yang dilakukan dengan metode swakelola, antara lain pembangunan kantor Kelurahan Selatpanjang Barat sebesar Rp 470.000.000, lanjutan pembangunan kantor Kelurahan Selatpanjang Barat Rp 350.000.000, pembangunan Kantor Kelurahan Selatpanjang Selatan sebesar Rp 659.000.000 dan pembangunan pagar kantor Dinas PUPR sebesar Rp 877.450.000.

"Metode swakelola dipilih karena terbukti efektif dalam mengatasi keterbatasan anggaran, dengan tetap menjaga kualitas hasil pekerjaan yang sangat bagus dan kokoh. Jadi, metode swakelola ini kita pakai bukan tanpa alasan yang jelas. Apalagi BPK mengakui bahwa mutu dari hasil pekerjaan dengan metode swakelola ini sangat bagus," ungkap Feni.

Sambungnya lahgi, pelaksanaan kebijakan pembangunan secaraswakelolaini diklaim lebih efektif dari segi waktu, terlebih dengan mengoptimalkan tenaga kerja dari masyarakat sekitar lingkungan.

"Intinya, pekerjaan fisik dilakukan secara swakelola untuk menjaga kualitas. Sistem ini terbilang efektif dan efisien, karena tidak ada keuntungan yang diambil. Berbeda jika dilakukan dengan lelang, yang biasanya memakan waktu lebih lama dan ada profit yang harus diambil oleh pihak ketiga atau penyedia," tutupnya.***

Editor
: Pauzi
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru